Madu ditangan kananmu…
Racun ditangan kirimu…
Aku tak tahu mana yang akan kau berikan padaku…
Tentu saja
sebenarnya tidak ada yang istimewa dari lirik tersebut, tapi bila kita kaitkan
dengan sifat lahiriyah kita sebagai manusia, kita tentu paham bahwa sebenarnya kita
pun menggenggam madu dan racun di tangan. Dalam artian bahwa kita memiliki kebaikan
dan juga keburukan, permisalannya sejahat-jahatnya seseorang pasti dia pernah
berbuat baik, dan sebaik-baiknya orang pasti dia pernah melakukan keburukan.
Senada dengan yang di katakan oleh Uje (Ustadz Jefrie Al Bukhari) bahwa “umat ini tidak ada umat yang putih atau
umat yang hitam, yang ada adalah umat yang abu-abu”, jadi tinggal kita yang
memilih mau abu-abu putih atau abu-abu hitam?
Seperti madu
yang dihasilkan oleh lebah selain manis juga bisa menyembuhkan penyakit,
sebagaimana yang Allah subhanallahu wa ta’ala terangkan dalam firman-Nya;
“dari perut lebah itu keluar minuman (madu) yang
bermacam-macam warnanya di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan manusia.
Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi
orang-orang yang mau memikirkan”
(An
Nahl : 69)
Begitupun
manusia, apabila dia menggenggam madu (banyak berbuat kebaikan) tentunya akan
menumbuhkan ketentraman dan kedamaian pada pelakunya, selain itu juga bisa
mendatangkan kebahagian kepada lingkungan dimanapun dia berada, seperti
wewangian yang bukan Cuma mengharumkan pemakainya namun juga akan dirasakan
oleh orang-orang disekitarnya.
Sedangkan racun
tentu saja hanya akan membuat penderitaan atau bahkan menyebabkan kematian,
begitupula manusia yang menyimpan racun (keburukan) tentu saja akan membuat
jiwanya tidak tentram, dia akan dihantui berbagai ketakutan akan perbuatannya,
dan juga bisa berakibat dijauhi dari lingkungan dimanapun itu selama dia masih
berbuat keburukan. Dia akan seperti pandai besi yang kemungkinan terkena
percikan api yang melukainya dan juga akan melukai orang didekatnya, minimal
dia akan menyebarkan asap yang menyesakkan nafas dan berbau tidak sedap
sehingga tidak ada yang mau berdekatan dengannya.
Untuk itu
marilah kita mulai mengevaluasi dan berbenah diri agar kita bisa menjadi umat
yang abu-abu putih dan manis seperti madu atau harum seperti wewangian, yang
tentunya akan membawa dampak yang baik pada diri kita dan lingkungan. Dan
hendaknya kita mawas diri agar tidak terjatuh pada keburukan yang hanya akan
menyengsarakan kita.
Tenggarong, 11
September 2011
By
A M